Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Indonesia Mampu Jaga Stabilitas Pangan



Oleh : Deka Prawira )*


Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu menjaga stabilitas ketersediaan dan harga pangan. Kemampuan ini perlu mendapat apresiasi mengingat saat ini dunia masih dilanda   pandemi Covid-19 dan konflik internasional yang telah memunculkan sejumlah ketidakpastian.

Pemerintah Indonesia terus berusaha maksimal untuk menjaga stabilitas pangan di tengah disrupsi akibat pandemi Covid-19, perang dagang, hingga konflik Rusia-Ukraina. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Andi Widjajanto sempat memperbandingkan bagaimana kondisi ketahanan pangan yang ada di Tanah Air jika dibandingkan dengan kondisi ketahanan pangan yang ada di beberapa negara lain di dunia. Dirinya menyebut bahwa ternyata Indonesia mampu untuk terus menekan harga pangan, sehingga tidak terdampak langsung pada inflasi.

Bukan hanya sebatas pendapat pribadi saja, namun Andi juga membawa data konkret global yang menunjukkan bahwa Indonesia diberikan predikat warna hijau, yang menandakan bahwa memang negara ini menjadi salah satu yang terbaik di dunia terkait penjagaan stabilitas harga pangan.

Bahkan apabila dibandingkan warnanya dengan negara lain seperti Chile dan juga beberapa negara di Afrika, justru mereka yang diberikan predikat warna hitam sebagai pertanda semakin buruknya pengendalian stabilitas pangan. Tentunya dengan predikat baik ini, sama sekali tidak bisa dilepaskan dari peran kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah.

Salah satu sektor penting yang patut untuk mendapatkan apresiasi karena terus mampu untuk mencatatkan kinerjanya yang baik dalam upaya menyangga perekonomian serta stabilitas pangan di Indonesia adalah sektor pertanian. Selama 6 dekade terakhir ini sektor tersebut terus mengalami perbaikan bahkan sama sekali tidak terpuruk ketika menghadapi pandemi Covid-19.

Seluruh kinerja baik yang telah dilakukan tersebut kemudian berimbas pada inflasi pangan yang tetap terkendali bahkan selama pandemi. Alih-alih terjadi inflasi atau kenaikan harga, justru sebagaimana data yang dikemukakan oleh Kominfo bahwa setidaknya sampai bulan Februari 2022, Indonesia justru berada pada titik deflasi.

Berbagai macam kebijakan akan terus diupayakan oleh Pemerintah demi bisa berfokus pada 3 hal pokok yakni mengenai penjagaan ketersediaan pangan, keterjangkauan hingga keamanan pangan. 

Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah demi menjaga ketersediaan pangan adalah dengan menjamin tercukupinya sarana dan prasarana produksi pangan yang baik. Bukan hanya itu, namun juga bagaimana akses pasar serta kelancaran distribusi pangan bisa benar-benar terjamin supaya mampu untuk dijangkau oleh seluruh masyarakat tanpa perlu khawatir ada kelangkaan komoditas.

Monitoring pada beberapa daerah yang sedang surplus dan juga defisit pada komoditas tertentu pastinya terus dilakukan sehingga bisa langsung dengan cepat bertindak ketika ada daerah yang ternyata mengalami krisis atau defisit bahan pangan tertentu. Keterjaminan distribusi ini akan langsung dilakukan oleh BUMN di bidang perhubungan dan transportasi. Bahkan mereka akan melakukan akses ke jaringan tol laut demi mengoptimalkan kelancaran distribusi yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.

Di sisi lain, Pemerintah juga akan terus memberikan berbagai macam dukungan kepada masyarakat selaku konsumen. Dukungan tersebut dalam bentuk program stabilisasi pasokan dan harga pangan, termasuk juga berbagai bantuan pangan yang disalurkan oleh Pemerintah pada masyarakat yang dinilai membutuhkan. Seluruh hal tersebut ditempuh demi bisa menjaga daya beli masyarakat di tengah berbagai guncangan yang saat ini terjadi.

Kebijakan yang telah ditempuh oleh Pemerintah, ternyata mampu membawa nama Indonesia dinilai baik dalam level internasional, yakni sebagai sebagai salah satu negara yang berhasil menjaga stabilitas pangan. Keberhasilan ini tentu patut untuk disyukuri dan diapresiasi sebagai bukti bahwa kebijakan pangan pemerintah telah berada di jalur yang tepat.


)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute