Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Menolak Kampanye Pro Khilafah



Oleh : Alif Fikri )*

Masyarakat menolak kampanye pro khilafah yang dilakukan oleh kelompok Khilafatul Muslimin beberapa hari yang lalu. Konsep khilafah jelas bertentangan dengan Pancasila bahkan banyak tertolak di negara mayoritas muslim lainnya. 

Indonesia adalah negara demokrasi dan tidak bisa digangu-gugat. Tidak ada yang bisa mengubah UUD 1945 dan Pancasila serta menggantinya dengan konsep lain, karena tidak sesuai dengan keragaman budaya dan suku di negeri ini. Oleh karena itu ketika ada yang memplokamirkan diri sebagai organisasi khilafah, langsung dibubarkan oleh pemerintah, karena tidak sesuai dengan Pancasila.

Namun walau sudah tidak ada Ormas khilafah, tetap saja ada yang mendukungnya. Seperti pada 29 Mei 2022 lalu, ketika ada konvoi berisi orang-orang bersepeda motor di Cawang, Jakarta Timur. Mereka berseragam hijau dan membawa poster serta bendera, dan mengakui pro khilafah secara terang-terangan.

Setelah konvoi yang menghebohkan dunia maya, sebuah Ormas bernama Khalifatul Muslimin baru mengaku jika mereka pelakunya. Menurut mereka, konvoi seperti ini sudah dilakukan sejak tahun 2018. 

BNPT mengingatkan ke masyarakat agar mewaspadai Ormas ini. Penyebabnya karena Ormas yang didirikan oleh Abdul Qadir Hasan Baraja disinyalir radikal. Sedangkan Baraja adalah mantan anggota NII (Negara Islam Indonesia). Ia juga mantan napi terorisme. Meski Ormas ini tidak menyatakan terang-terangan apa tujuannya tetapi harus diwaspadai karena bisa jadi muncul bibit-bibit teroris.

Masyarakat harus waspada akan promosi khilafah karena mereka ingin mengubah konsep Indonesia dari negara demokrasi ke negara khilafah. Padahal jelas tidak bisa diterapkan karena negara khilafah hanya ada 1 keyakinan sedangkan di Indonesia ada 6 keyakinan yang diakui oleh negara. Kebanyakan khilafah ada di negara monarki, bukan di negara demokrasi.

Konsep negara khilafah tidak akan pernah cocok di Indonesia yang majemuk dan terdiri dari banyak suku dan budaya. Penyebabnya karena mereka amat bersebarangan dan tidak cocok diterapkan di negara yang pluralis seperti Indonesia. Sejak era kemerdekaan, masyarakat sudah berbhinneka tunggal ika, sedangkan khilafah tidak bisa mentolerir perbedaan sekecil apapun. 

Jangan sampai negeri ini diubah jadi khilafah karena mereka tidak mengakui adanya toleransi dan perbedaan di masyarakat. Padahal perbedaan itu indah, selama tidak melanggar norma dan hukum yang ada di Indonesia. Negeri ini terdiri dari masyarakat yang berbeda-beda dan tidak akan pernah bisa berdiri dengan konsep khilafah.

Provokasi dari kelompok khilafah jangan didengarkan karena mereka seenaknya sendiri ingin mengubah konsep Indonesia. Padahal kelompok itu tidak berkontribusi sama sekali pada masa perang kemerdekaan. Mereka juga baru masuk Indonesia tahun 1999, memanfaatkan momen tumbangnya orde baru dan era kebebasan masyarakat.

Brigjen Ahmad Nurwakhid, Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) menyatakan bahwa sebelumnya konvoi khilafah juga ada di Brebes. Kampanye mereka memiliki visi dan misi yang sama dengan Hizbut Tahrir (HT) yang telah dibubarkan pemerintah. Bisa jadi yang konvoi merupakan mantan anggota Ormas terlarang tersebut sehingga masih mengkampanyekan khilafah.

Indonesia tidak akan pernah jadi khilafah karena pemimpinnya adalah Presiden, bukan Raja. Negara demokrasi tidak bisa diubah jadi khilafah seenaknya sendiri. Apalagi kelompok khilafah tidak punya jabatan apa-apa di pemerintahan, tetapi sering memaki-maki dan menyalahkan pemerintah.

Jangan sampai masyarakat terpengaruh oleh provokasi dan hasutan yang dibuat oleh kelompok khilafah. Jika ada yang konvoi lalu menyebarkan brosur tentang khilafah, maka rekam dan foto lalu laporkan pada pihak kepolisian. Tindakan mereka jelas melanggar hukum karena khilafah dilarang keras di Indonesia. 


)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute